Dalam mengikuti proyek besar, badan usaha perlu memastikan bahwa tenaga ahli sudah tersertifikasi sehingga mampu menunjang keberlangsungan proyek. Salah satu dokumen yang dibutuhkan adalah SKK (Sertifikat Kompetensi Kerja) di bidang konstruksi.
Tidak hanya berpengaruh terhadap individu saja, melainkan tenaga kerja yang bersertifikat mempengaruhi kredibilitas badan usaha pada saat menerima project. Khususnya tender BUMN dan swasta mereka lebih selektif lagi dalam memilih pekerja konstruksi, prioritas utama mereka adalah kualitas bukan lagi penghematan biaya.
SKK Konstruksi nantinya menunjang pengurusan SBUJK (Sertifikat Badan Usaha Jasa Konstruksi). Jadi secara teknis memang sertifikasi ini dirancang agar saling berkaitan sehingga mampu menciptakan badan usaha konstruksi yang berkualitas dan sesuai dengan standar sertifikat pekerjaan konstruksi yang ditetapkan secara nasional.
Baca juga: Jasa Pengurusan SBU Konstruksi Terpercaya
Sekilas Tentang Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi
Kami yakin para tenaga konstruksi sebagian besar sudah paham bahwa keberadaan SKK menggantikan SKA(Sertifikat Keahlian) dan SKT (Sertifikat Keterampilan). Adapun ketentuan ini berlaku sejak diterbitkannya Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No.30/SE/M/2020 yang berisi tentang Transisi Layanan Sertifikasi Badan Usaha dan Sertifikasi Kompetensi Kerja Jasa Konstruksi.
Apa tujuan penggantian SKA dan SKT menjadi SKK?
Tidak lain, hal ini ada kaitannya dengan penyederhanaan izin, tenaga ahli hanya perlu mengurus satu sertifikat konstruksi saja sudah berlaku secara menyeluruh.
Dalam penggunaannya, SKK umumnya dimiliki oleh tenaga kerja yang mempunyai jabatan sebagai:
- PJTBU(Penanggung Jawab Teknis Badan Usaha)
- PJSKBU (Penanggung Jawab Sub Klasifikasi Badan Usaha)
- PJBU (Penanggung Jawab Badan Usaha)
Fungsi dari SKK Konstruksi masih sama, yakni sebagai bukti kemampuan, keahlian, sekaligus keterampilan dari tenaga ahli di bidang konstruksi.
Apa Saja Klasifikasi SKK Konstruksi?
Terdapat setidaknya 3 klasifikasi umum dari SKK Konstruksi, yaitu tingkat operator, tingkat teknik atau analis, dan ahli. Di dalam ketiga penggolongan tersebut ada 9 jenjang. Lebih mudahnya Anda bisa memahami semakin tinggi jenjang yang Anda punya maka tanggungjawab dan pekerjaan yang harus dihandle juga lebih berat karena disesuaikan dengan kemampuan juga. Berikut ini penjabaran klasifikasi SKK konstruksi yang wajib dipahami oleh setiap tenaga profesional.
1. Tingkat Pertama (Operator)
Pada klasifikasi operator jenjang tenaga kerja berada di angka 1-3. Adapun untuk kriteria pemenuhan agar tenaga konstruksi bisa masuk dalam penggolongan ini yaitu setidaknya pernah mendapatkan pendidikan dasar atau stera dengan mengikuti PBK non akademik setidaknya 2 tahun serta diharuskan lulus tes dari jenjang pertama.
Sedangkan untuk jenjang ketiga syaratnya minimal menyelesaikan pendidikan dasar SMK/SMA. Dalam bidang konstruksi pengukuran keterampilan dan keahlian bisa dinila dari standar pendidikan yang telah ditempuh oleh seorang individu.
Adapun untuk contoh pekerjaan operator atau sub klasifikasi jenjang 1/level 1 antara lain:
1. Tukang pasang atau aplikator baja ringan
2. Tenaga pemasangan rangka atap baja ringan
3. Tukang konstruksi besi beton
Sedangkan untuk jenjang 2:
1. Tukang plester bangunan gedung
2. Tenaga bangunan gedung
3. Tenaga pemasangan waterproofing
Selanjutnya untuk jenjang 3 dalam klasifikasi operator:
1. Mandor tukang pasang beton pre-cast
2. Tenaga ahli perancah dan cetakan beton
3. Mandor instalasi rangka dinding dan lantai baja ringan
Catatan: Sub klasifikasi di atas didasarkan pada pekerjaan konstruksi gedung
2. Tingkat Teknik atau Analis
Naik ke tingkat yang lebih tinggi, SKK konstruksi untuk jenjang 4-6 diperuntungkan bagi pekerja yang mempunyai kemampuan dalam tingkat teknik dan analis. Persyartan pendidikan yang ditetapkan setidaknya sudah lulus SMA minimal 6 tahun, SMK setidaknya 4 tahun, atau setara juga dengan SMK plus minimal 2 tahun.
Bagian klasifikasi teknisi atau tingkat analis tertinggi yang tergolong kedalam jenjang 6 dipersyaratkan lulus minimal D1 12 tahun, D2 minimal 8 tahun, dan D3 minimal 4 tahun. Tingkat pendidikan yang tinggi membuat pekerjaan yang diterima juga semakin berat tidak hanya butuh tenaga melainkan kecerdasan dalam menganalisis risiko dan memperhatikan lokasi kerja sangat penting dan berpengaruh terhdap keberhasilan proyek.
Adapun beberapa sub klasifikasi dan contoh pekerjaan tingkat teknik dan analis antara lain:
Jenjang 4:
1. Ahli gambar teknik bangunan gedung
2. Pengawas pekerjaan bangunan gedung
3. Pelaksana lapangan konstruksi gedung
Jenjang 5-6:
1. Pelaksana lapangan perkerasan jalan beton
2.Pelaksana pemeliharaan jalan
3. Klasifikasi Ahli
Terakhir adalah klasifikasi ahli, tenaga profesional yang berada di tingkatan ini mempunyai pemahaman yang sangat baik, pendidikan yang ditempuh juga tinggi, dan mampu merancang sistem konstruksi berdasarkan pengamatan dan logika.
Ahli SKK konstruksi ini tergolong dalam jenjang 7 dipersyaratkan wajib lulus S1, S1 terapan atau D4 minimal 2 tahun. Adapun untuk jenjang 8 setidaknya wajib lulus S1 atau D4 selama 12 tahun dan pendidikan profesi minimal 10 tahun.
Inilah alasan mengapa proyek tender seringkali dimenangkan oleh badan usaha besar dengan tenaga ahli yang sudah berpengalaman bertahun-tahun. Karena memang pekerjaan ini risikonya tinggi sehingga pendidikan yang ditempuh juga lebih lama.
Berikut ini beberapa sub klasifikasi tingkat ahli:
Jenjang 7 tingkat ahli:
1. Manajer pengelolaan bangunan gedung
2. Ahli muda perencana konstruksi beto pracetak untuk struktur bangunan gedung
3. Ahli muda bidang teknik jalan
4. Manajer pelaksanaan proyek jalan/jembatan
Jenjang 8 tingkat ahli:
1. Ahli madya keahlian teknik jalan
2.Ahli madya keahlian teknik jembatan
3.Ahli madya pengawas pelaksanaan konstruksi bangunan sipil pembangkit listrik tenaga mini hidro
Demikianlah informasi yang bisa kami sampaikan mengenai klasifikasi SKK konstruksi , semoga bisa bermanfaat bagi pembaca. Supaya lebih mudah, Anda bisa menggunakan jasa pengurusan skk, prosesnya diurus cepat dan mudah!